BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur`an adalah kitab suci kaum muslim yang
menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan
aplikasikan dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan
di akhirat.[1]
Dalam memahami Al-Qur`an baik itu menafsirkan,
maupun menggali hukum diperlukannya kemampuan dan pemahaman terhadap ilmu yang
berkaitan dengan Al-Qur`an itu sendiri atau biasa disebut dengan ilmu Al-Qur`an
(studi Al-Qur`an).
Salah satu pembahasan utama dalam Ilmu
Al-Qur`an adalah mengenai munasabah (korelasi). Pengetahuan tentang korelasi
ayat dengan ayat dan surat dengan surat
juga membantu dalam menakwilkan dan memahami ayat-ayat dengan baik dan
cermat.[2]
Lahirnya pengetahuan tentang teori Munasabah (korelasi) ini
tampaknya berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaiman
terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan atas fakta
kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf berbeda pendapat tentang urutan
surat di dalam Al-Qur’an. Segolongan dari mereka berpendapat bahwa hal itu
didasarkan pada tauqifi dari Nabi SAW. Golongan lain berpendapat bahwa
hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan
memastikan bahwa susunan ayat-ayat adalah tauqifi.
Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surat
Al-Anfal dan Bara’ah/At-Taubah yang dipandang bersifat ijtihadi.[3]
Dalam makalah ini penulis akan mencoba
memaparkan korelasi antara surat Ali Imran dengan surat Al-Baqarah dan surat
An-Nisa` dengan surat Ali Imran. Sehingga nantinya akan dapat dilihat bahwa
antara surat-surat Al-Qur`an memiliki hubungan antara satu sama lain.
B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam menyusun
makalah ini, maka ada beberapa hal yang akan penulis bahas, berangkat dari
seputar hal yang berkaitan dengan ilmu munasabah, kemudian penulis akan
memaparkan munasabah surat Ali Imran dengan surat Al-Baqarah dan munasabah
surat An-Nisa` dengan surat Ali Imran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu Munasabah
1. Pengertian Munasabah
secara etimologi munasabah menurtu As-Suyuti
berarti المشاكلة
(keserupaan) dan المقاربة (kedekatan)[4]. Istilah munasabah digunakan dalam ‘illat dalam
bab qiyas, dan berati الْوَصْفُ الْمُقَارِبُ لِلْحُكْمِ (gambaran yang berhubungan dengan hukum).[5] Istilah munasabah diungkapkan pula dengan
kata ربط
(pertalian).
Sedangkan secara terminologi munasabah dapat diartikan
sebagai berikut :
Menurut Az-Zarkasyi :
أَمْرٌ مَعْقُولٌ إِذَا عُرِضَ عَلَى الْعُقُولِ تَلَقَّتْهُ
بِالْقَبُولِ[6]
"Munasabah adalah suatu hal yang
dapat dipahami. Tatkala dihadapkan terhadap akal, pasti akal itu akan
menerimanya."
Menurut Al-Biqa`i :
علم مناسبات القرأن علم تعرف
منه علل ترتيب أجزائه[7]
"Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui
alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat
dengan ayat, atau surat dengan surat".
Menurut Manna` Khalil Al-Qattan :
وجه الارتبط بين الجملة و الجملة في الاية الواحدة – او بين
الاية و الاية في الايات المتعددة أو بين السورة والسورة[8]
“Munasabah
ialah sisi-sisi korelasi antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu
ayat, antara satu ayat dengan ayat-ayat yang lain, atau antara satu surat
dengan surat yang lain.”
Jadi dalam konteks ulum al-qur’an, munasabah
berarti menjelaskan korelasi makna antara ayat atau antar surat, baik korelasi
itu bersifat umum atau khusus; (rasional atau aqli), persepsi ( hadist), atau
imajinatif ( khayali); atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul,
perbandingan, dan perlawanan.[9]
Dengan demikian dapat dipahami yang dimaksud
dengan munasabah adalah bentuk keterkaitan antara ayat dengan ayat, surat
dengan surat yang terdapat di dalam Al-Qur`an, sehingga sepertinya ayat-ayat
Al-Qur`an memiliki kesatuan makna serta keterkaitan redaksi dengan adanya
alasan-alasan dibalik susunan ayat-ayat ataupun surat-surat Al-Qur`an tersebut.
2. Bentuk Munasabah
Di dalam Al-Qur`an sekurang-kurangnya terdapat
8 bentuk munasabah di antaranya :
1) Munasabah antara surat dengan surat sebelumnya
As-suyuti
menyimpulkan bahwa munasabah antar satu
surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan
ungkapan pada surat sebelumnya.[10] Seperti munasabah
antara surat Al-Fatihah, Al-Baqarah dan Ali
Imran. Penempatan ketiga surat ini secara
berurutan menunjukkan bahwa ketiganya mengacu pada tema
sentral yang memberikan kesan, masing-masing surat saling menyempurnakan bagi tema
tersebut. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh As-Suyuthi
bahwa al-Fatihah mengandung tema sentral: ikrar ketuhanan, perlindungan kepada Tuhan
dan keterpeliharaan dari agam Yahudi dan Nasrani.
Sedangkan surat Al-Baqarah mengandung tema sentral
pokok-pokok (akidah) agama, sementara Ali Imran
mengandung tema sentral menyempurnakan maksud yang terdapat dalam pokok-pokok
agama itu.[11]
Beberapa ulama mengatakan bahwa Al-Fatihah memang
cocok ditempatkan pada awal muṣḥaf karena fungsinya sebagai pembuka; kemudian
diikuti oleh Al-Baqarah, setelah itu Ali Imran. Ditempatkannya
Ali Imran setelah Al-Baqarah serasi dengan isi masing-masing surat tersebut. Dalam
surat ali Imran lebih banyak membicarakan umat Nasrani,
sebaliknya surat al-Baqarah lebih terfokus pada
pembahasan umat Yahudi. Karena itu Al-Baqarah
ditempatkan sebelum Ali Imran sesuai dengan
historisitas agama Yahudi lebih dahulu lahir dari agama
Nasrani. Selain itu yang pertama kali diseru oleh
Nabi saw di Madinah adalah kaum Yahudi, baru kemudian beliau berhadapan dengan kaum
Nasrani.[12]
2) Munasabah antar nama surat dan tujuannya
Keserasian serupa itu kata Al-Biqa’i merupakan inti
pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan surat itu. Sebagaimana
diketahui surat kedua dalam Al-Qur’an diberi nama Al-Baqarah
(sapi betina). Cerita tentang sapi betina
yang terdapat dalam surat itu pada hakikatnya
menunjukkan kekuasaan Tuhan dalam membangkitkan
orang mati, sehingga dengan demikian tujuan dari surat Al-Baqarah adalah mengenai
kekuasaan Tuhan dan keimanan kepada hari akhir
(hari kiamat).
3) Munasabah antar bagian suatu ayat
Sebagai contoh dapat diperhatikan ayat-ayat pada
awal surat al-Baqarah mulai ayat 1-20. Ayat-ayat tersebut
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: (a) keimanan,
merupakan ayat 1-5, (b) kekufuran,
perhatikan ayat 6-7, dan (c) kemunafikan dari ayat 8-20. Dalam membedakan ketiga kelompok tersebut
secara jelas dengan menarik hubungan antara
ayat-ayat tersebut. Misalnya dengan menyebut sifat-sifat
mukmin, kafir dan munafik secara runtun dan berdekatan
maka akan memberikan pemahaman yang lebih gamblang dan utuh tentang watak ketiga golongan
itu. Oleh karenanya akan amat masuk akal ketika ketiga golongan
tersebut disebut secaraberurutan, sehingga memudahkan dalam menyerap informasi.[13]
4) Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
Hubungan ini seperti kata Bismillah dan
Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Ayat pertama berisikan pengakuan bahwa Allah
itu ada dan berhasil atau tidaknya perbuatan seseorang itu tergantung padanya.
Allah itu Tuhan Rahman dan Rahim yang telah memberikan sejumlah nikmat
sekalipun termasuk orang kafir, sebab itu Dia dipuja dan Alhamdulillah hirabbil
`Alamin.[14]
5) Munasabah antar suatu kelompok ayat dan sekelompok ayat di sampingnya
Sebagai
contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai 20, Allah memulai penjelasannya
tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam
kelompok berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat-mereka
yang berbeda-beda yaitu mukmin, kafir dan munafik.[15]
6) Munasabah antar pemisah dan isi ayat
Munasabah
ini mengandung tujuan-tujuan tertentu diantaranya yaitu tamkin (menguatkan)
makna yang terkandung dalam suatu ayat. Misalnya dalam surat Al-Ahzab ayat 25 :
وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا
خَيْرًا وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ وَكَانَ اللَّهُ قَوِيًّا
عَزِيزًا
“Dan Allah menghalau orang-orang kafir
itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh
keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan.
Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”
Dalam
ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan bukan karena
lemah melainkan karena Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Tujuan dari fashilah
adalah memberi penjelasan tambahan meskipun tanpa fashilah sebenarnya
makna ayat sudah jelas.[16]
7) Munasabah antar awal surat dan akhir surat
Sebagaiamana yang dikemukakan oleh As-Suyuthi
bahwa yang dimaksud dengan hal ini adalah isi awal surat berkaitan dengan apa
yang disebut di akhir surat itu sendiri.[17] Contoh
surat Al-Baqarah diawali dengan masalah kitab suci Al-Qur`an sebagai petunjuk
bagi orang beriman, dan mereka beriman pula pada kitab-kitab terdahulu,
sedangkan pada bagian akhir surat tersebt disebutkan pula tentang keimanan
Rasulullah dan orang-orang beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan pada
Nabi.[18]
8) Munasabah antar penutup surat dengan awal surat sesudahnya
Persesuaian
antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya sebab, semua permulaan
surah erat sekali kaitannya dengan akhiran surah sebelumnya, sekalipun sudah
dipisah dengan basmalah.[19]
Jika
diperhatikan pada setiap pembukaan surat, akan dijumpai munasabah dengan
akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya. Misalnya pada
permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih :
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“semua yang berada dilangit dan yang berada
dibumi bertashbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang
MahaKuasa atas segala sesuatu” (Q.S. Al-Hadid:1)
Ayat ini bermunasabah dengan
akhir surat sebelumnya, Al-Waqiah yang memerintahkan bertashbih
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
“maka bertashbihlah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Maha Besar”.
3. Urgensi Ilmu Munasabah
Dalam memahami Al-Qur’an banyak cara yang dapat ditempuh,
salah satunya dengan munasabah antar
ayat dan surat.
Ayat atau surat Al-Qur’an disusun secara runtut dan segar
untuk dinikmati, sehingga membuat pembacanya tak mau lepas dari
mentadabburi halaman-halamannya. Sekilas memang
seakan-akan ia disusun secara acak. Namun, hal itu membuat
semacam dinamika yang apik dan berbeda dengan kitab-kitab
lain. Karena, susunan ayat-ayat dan surat-suratnya dipadu
secara dinamis dan menarik untuk dibaca maupun didengar[20]
Pengetahuan tentang munasabah sangat
bermanfaat, selain dapat mema-hami keserasian antar makna, keteraturan susunan
kalam, keindahan bahasa dan gaya, juga menjelaskan
keterangannya secara terperinci dan mukjizatnya
secara retorik. Kajian dalam ilmu munasabah ini
adalah segala aspek yang meng-hubungkan antara kalimat satu
dengan yang lain, antara ayat satu dengan ayat sebelum dan
sesudahnya atau antara surat satu dengan surat yang lain dalam
muṣḥaf Al-Qur’an.
Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan
antara ayat-ayat dan surat-surat pada dasarnya bukanlah bersifat tauqifi,
seperti halnya muṣḥaf Al-Qur’an. Namun merupakan ijtihad oleh para mufassir yang
berdasarkan riwayat, dirayah, tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan
al-Qur’an, rahasia retorika dan secara stilistika (susunan huruf-huruf dalam
teks al-Qur’an). Dan apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis konteksnya
dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa Arab, maka
korelasi itu sekiranya dapat diterima.[21] Sebenarnya
tidak mudah dalam mengetahui korelasi Al- Qur’an, itu semua karena Al-Qur’an
diturunkan dalam waktu lebih dari dua
puluh tahun, mengenai berbagai macam hukum dan karena sebab yang berbeda-beda.[22]
Dan mengutip pendapat Quraish Shihab
sebelumnya atas dapat diterimanya munasabah tersebut atau tidak, sekiranya korelasi
tersebut dapat mengenalkan khazanah ‘ulum Al-Qur’an dan memperkaya pemahaman terhadap
Al-Qur’an.
Ilmu munasabah merelevansikan pemahaman
atas isi kandungan Al-Qur’an. Karena ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbab
an-nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat.[23] Bahkan ilmu munasabah ini melampaui kronologis historis dalam bagian-bagian teks,
yaitu urutan ayat-ayat dan surat-surat (tartib tilawah) sebagai lawan dari asbab an-nuzul (tartib
at-tanzil). Dengan menguasai ilmu ini
sekiranya dalam membaca Al-Qur’an seseorang akan merasakan secara mendalam
bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh dalam untaian kata-kata yang
harmonis dengan makna yang kokoh, tepat dan akurat sehingga sedikitpun tak ada
cacat. Dimulai dari surat
Al-Fatiḥaḥ
hingga surat an-Nâs dapat dirasakan pada semua
ayat dan surat disusun secara harmoni menyatu dalam lafadz-lafadznya
nan indah.
Keseluruhan teks Al-Qur’an menjadi kesatuan struktural
yang bagian-bagiannya saling berkaitan adalah keniscayaan.
Menjadikannya weltanschauung (pandangan dunia) atas
Al-Qur’an sebagai petunjuk (hûdan) dalam mencerahkan dan
mencerdaskan penikmatnya (umat Islam).
Ilmu munasabah dapat menjadi alat peminimalisir pendekatan
atomistik. Karena akibat dari pendekatan atomistik ini
acap kali umat terjebak pada peneta-pan hokum yang diambil
atau didasarkan dari ayat-ayat yang tidak dimaksudkan
sebagai hukum.[24] Fazlur Rahman dan Al-Syatubi (w. 1388) memahami benar akan
pemahaman Al-Qur’an sebagai suatu ajaran yang padu dan kohesif.[25] Ilmu
munasabah merupakan secercah langkah dalam mencapai paradigma baru
dengan cara baru (al-qira’ah al-mu’ashirah), tentunya dengan dibarengi metode yang
tepat.
B. Munasabah Surat Ali Imran dengan Al-Baqarah
Surat Ali Imran dinamai demikian karena di
dalamnya dikemukakan kisah keluarga Imran dengan terpeinci; yaitu Isa, Yahya,
Maryam, dan ibu beliau. Sedang Imran adalah ayah dari ibu Nabi Isa, Maryam.[26]
Surah ini terdiri dari 200 ayat, sekitar 80
ayat pertama berkaitan dengan kedatangan serombongan pendeta Kristen dan Najran
(sebuah lembah di perbatasan Yaman dan Arab Saudi), pada tahun IX Hijriyah
untuk berdiskusi dengan Nabi di masjid Madinah menyangkut Isa.
Nama surat ini banyak, antara lain surah Al-Aman
(keamanan), Al-Kanz, Thibah, tetapi yang populer adalah Ali Imran.[27]
Tujuan utama surat Ali Imran adalah pembuktian
tentang tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah serta penegasan bahwa dunia,
kekuasaan, harta, dan anak-anak yang terlepas dari nilai-nilai ilahiyah, tidak
akan bermanfaat di akhirat kelak. Hukum-hukum alam yang melahirkan
kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah yang Maha
hidup dan Maha Menguasai serta Mengelola segala sesuatu., sebagaiman terlihat
dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh keluarga Imran. Melalui mereka Allah
menunjukkan keesaan, kekuasaan, dan penguasan-Nya ata alam raya, serta terlihat
pula bagaimana keluarga itu – ayah, ibu, dan anak, atau suami dan istri- tunduk
patuh dan percaya kepada Allah Yang Maha Esa.
Tujuan ini sungguh pada tempatnya karena
Al-Fatihah yang merupakan surat pertama merangkum seluruh ajaran Islam secara
singkat, dan Al-Baqarah menjelaskan secara lebih rinci mengenai
tuntutan-tuntutan agama. Surat Ali Imran datang menekankan suatu yang menjadi
dasar dan sendi utama tuntutan tersebut, yakni tauhid. Tanpa kehadiran tauhid,
pengamalan tuntutan ainnya tidak bernilai di sisi-Nya.[28]
Secara singkat bahwa surat Al-Baqarah
menyampaikan mengenai pondasi-pondasi agama, kemudian dalam surat Ali Imran
Allah menyempurnakan apa yang dimaksud di dalam surat Al-Baqarah mengenai
pondasi-pondasi keagamaan tersebut.[29]
Surat Al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan
terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surat Ali-Imran dimulai
dengan menyebutkan bahwa tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut,
adalah tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-nya.[30]
As-Suyuthi mengungkapkan bahwa korelasi antara
surat Al-Baqarah dengan Ali Imran antara lain :
1. Dalam surat Al-Baqarah dimulai dengan sifat Al-Qur`an yang tidak ada
keraguan pada kitab tersebut, kemudian surat Ali Imran menguatkan hal tersebut
dengan ayat ketiga dari surat Ali Imran.
2. Dalam surat Al-Baqarah Allah mengungkapkan penurunan Al-Qur`an secara
global, kemudian dalam surat Ali Imran diberi penjelasan bahwa dalam Al-Qur`an
terdapat ayat yang muhkam dan mutasyabihat, yang mana ayat-ayat mutasyabihat
hanya Allah yang mengetahui maknanya.
3. Dalam surat Al-Baqarah Allah hanya menyebutkan Al-Qur`an membenarkan
kitab-kitab sebelumnya, kemudian dalam surat Al-Baqarah Allah menjelaskan lagi
dengan memberikan perincian kitab sebelum Al-Qur`an adalah Taurat dan Injil
yang diturunkan kepada kaum Yahudi dan Nasrani.
4. Dalam surat Al-Baqarah masalah riba dan haji hanya dijelaskan secara umum,
sedangkan melalui surat Ali Imran hal tersebut lebih diperinci. Terlebih dalam
masalah haji Allah mengungkapkan kewajiban bagi orang yang mampu dalam surat
Ali Imran.
5. Dalam surat Al-Baqarah dipermulaan surat juga disebutkan :
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ
مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
“Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an) yang
telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Q.S Al-Baqarah : 4)
Kemudian di akhir surat
Ali Imran juga dijelaskan :
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا
أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لَا
يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ
عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan sesungguhnya di antara Ahli
Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada
kalian dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada
Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.
Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat
perhitungan-Nya.” (Q.S Ali Imran : 199)
Dalam surat Ali Imran menjelaskan orang-orang
yang beriman kepada Al-Qur`an yang dikemukakan di awal surat Al-Baqarah.[31]
Jika dipahami antara korelasi surat Ali Imran
dengan Al-Baqarah, surat Ali Imran menjelaskan hal-hal yang juga terdapat dalam
surat Al-Baqarah lebih terperinci. Disamping itu sebagaimana yang disampaikan
di atas bahwa tujuan surat Al-Baqarah dan Ali Imran untuk memantapkan persoalan
tauhid yang dirangkum di dalam surat Al-Fatihah.
C. Munasabah Surat An-Nisa` dengan Ali Imran
Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk
menguraikan korelasi antara surat An-Nisa` dengan surat Ali Imran.
Surat yang keempat dalam Al-Qur`an dinamai
dengan surat An-Nisa`. Nama ini telah dikenal sejak zaman Nabi SAW. Aisyah
istri Nabi menegaskan bahwa surat Al-Baqarah dan surat An-Nisa` turun setelah
beliau menikah dengan Nabi. Ia juga dikenal dengan nama An-Nisa` Al-Kubra atau
An-Nisa` At-Thula karena surat At-Talaq dikenal sebagai surat An-Nisa`
Al-Shugra. Dinamai An-Nisa` yang dari segi bahasa bermakna “perempuan”
karena ia dimulai dengan uraian tentang hubungan silaturahim dan sekian banyak
ketetapan hukum tentang wanita, antara lain pernikahan, anak-anak wanita, dan
ditutup lagi dengan ketentuan hukum tentang mereka.[32]
Surat An-Nisa` dimulai dengan perintah
bertakwa kepada Allah :
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai Sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah
menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (Q.S An-Nisa` : 1)
Begitu juga di
akhir surat Ali Imran juga diakhiri dengan perintah bertakwa kepada Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai kamu orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” (Q.S Ali Imran : 200)
Menurut
As-Suyuthi, hal ini merupakan bentuk munasabah yang paling besar antara kedua
ayat tersebut dalam munasabah susunan surat.[33]
Adapun hubungan antara surat An-Nisa` dengan
surat sebelumnya adalah bahwa tujuan surat An-Nisa` merupakan persoalan
terhadap teologi (akidah) yang diuraikan dalam surat Ali Imran dan yang
digariskan dalam surat Al-Baqarah dalam rangka melaksanakan ajaran agama yang
telah terhimpun dalam surat Al-Fatihah. Hal ini juga sambil mencegah agar kaum
muslimin tidak terjerumus dalam jurang perpecahan.[34]
Dalam surat Al-Baqarah yang menjelaskan mengenani
awal penciptaan manusia yaitu Adam tanpa perantara orang tua (ayah dan ibu),
diikuti dengan surat Ali Imran untuk memastikannya-bersamaan dengan menyebutkan
dalam inti surat Ali Imran mengenai perkara Isa. Bahwa Isa sama seperti Adam (penciptaannya)
yang mana Isa dilahirkan tanpa adanya ayah.[35]
Hal ini merupakan kejadian luar biasa terhadap ibu Isa (Maryam), dan hal ini
berbeda dengan apa yang dituduhkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap
Maryam. Maka dalam surat An-Nisa` Allah menjawab hal itu secara bersamaan baik
kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Yang terdapat dalam surat An-Nisa` ayat 156 :
وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا
“Dan karena kekafiran mereka terhadap (Isa), dan tuduhan
terhadap Maryam dengan kedustaan yang besar” (Q.S An-Nisa` : 156)
Begitu juga Allah menyebutkan
dalam surat Ali Imran mengenai pengangkatan Isa. Dalam surat An-Nisa` Allah
menjelaskan kembali mengenai pengangkatan Isa untuk menanggapi orang-orang yang
menganggap bahwa mereka telah membunuh Isa.[36]
Hal ini bisa dilihat dalam surat
Ali Imran ayat 55
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ
إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ
فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ
فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Ingatlah ketika Allah berfirman, “Hai Isa, sesungguhnya aku
akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepadaku serta
membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang
mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian
hanya kepada Akulah kembalimu, lalu aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal
yang selalu kamu berselisih kepadanya”
Kemudian surat An-Nisa`
menjelaskan kembali mengenai pengangkatan Isa :
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ
الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ
إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا (157) بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ
إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (158)
“Dan karena ucapan mereka, “sesungguhnya kami telah
membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak
membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang
yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang
berselisih paham tentang pembunuhan Isa, benar-benar dalam keragu-raguan
tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang
dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak pula yakin
bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa (157) Tetapi sebenarnya Allah telah
mengangkat Isa kepada-Nya. Dan Adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(158)”.
Dalam surat Ali Imran telah
disebutkan mengenai hal-hal yang dapat membutakan manusia dan lebih mencintai
dunia, yaitu kecintaan terhadap wanita, anak-anak, harta berupa emas dan perak
serta binatang peliharaan. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat
14. Dalam surat An-Nisa` Allah menjelaskan hal tersebut mana yang dihalalkan
oleh Allah. Dan menjelasakan segala hal yang diharamkan oleh Allah dan hal yang
tidak dikehendaki untuk memenuhi sifat kecondongan jiwa manusia kepada hal-hal
yang dapat membutakan manusia.[37]
Dalam surat Ali
Imran disebutkan kisah perang Badar dan perang Uhud, dalam surat An-Nisa`
sebagian kisah itu diulangi lagi. Kisah
perang Hamra Al-Asad yang tejadi sesudah perang Uhud terdapat dalam surat Ali Imran,
maka dalam surah An-Nisa` kisah itu
disinggung lagi. Dalam Surah Ali Imran telah disebutkan bahwa di kalangan
kaum muslimin banyak yang gugur dalam medan perang sebagai syuhada yang
tentunya mereka meninggalkan anak-anak yang sudah yatim dan istri yang sudah
janda. Maka pada
permulaan surat An-Nisa disebutkan
perintah memelihara anak-anak yatim serta pembagian harta pusaka.[38]
Sebagaimana yang
disebutkan oleh As-Suyuthi dalam Tanasuq Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar dalam surat Ali Imran mengungkapkan satu kisah
yang terhimpun baik itu kisah Yahudi dan Nasrani kemudian kisah peperangan,
kemudian surat An-Nisa` menyebutkan sebahagiannya.[39]
Dalam surat An-Nisa` banyak dijelaskan mengenai
hukum-hukum furu`, baik itu pernikahan, tata cara mendamaikan pasangan
yang tengah bertengkar ataupun dalam masalah syiqaq. Surat An-Nisa` juga
menjelaskan hukum mawaris yang merupakan
hal yang berkaitan dengan masalah harta yang telah dijelaskan dalam surat Ali
Imran dan juga memerinci hal yang disampaikan secara umum dalam surat
Al-Baqarah. Menjaga silaturahim serta hukum-hukum furu` lainnya.[40]
Hukum-hukum tersebut memang telah disebut dalam
surat-surat sebelumnya seperti masalah pernikahan telah disebutkan dalam surat
Al-Baqarah, masalah warisan ataupun wasiat juga telah disebutkan secara umum.
Akan tetapi surat An-Nisa` menegaskan kembali dan merinci hukum-hukum tersebut.[41]
Kemudian surat An-Nisa`
diakhiri dengan pensyariatan kalalah dalam masalah waris. Karena dalam
surat An-Nisa` banyak mengandung hukum-hukum termasuk di dalamnya hukum waris.[42]
Jika dianalisa bahwa korelasi antara pembuka surat
An-Nisa` dan penutupnya memiliki hubungan yang jelas. Di awal surat Allah
menyebutkan tentang penciptaan manusia kemudian menciptakan pasangannya serta
dari keduanya dikembangbiakkan menjadikan keturunan dengan pernikahan. Kemudian
di akhir surat Allah menyebutkan perkara meninggalnya seseorang yang tidak mempunyai
anak dan saudara dengan penetapan kalalah. Yang mana termasuk dalam
perkara waris. Sedangkan waris-mewarisi merupakan akibat hukum dari pernikahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu Munasabah merupakan Ilmu yang membahas bentuk
keterkaitan antara ayat dengan ayat, surat dengan surat yang terdapat di dalam
Al-Qur`an, sehingga sepertinya ayat-ayat Al-Qur`an memiliki kesatuan makna
serta keterkaitan redaksi dengan adanya alasan-alasan dibalik susunan ayat-ayat
ataupun surat-surat Al-Qur`an tersebut.
Surat Ali Imran yang terletak setelah surat
Al-Baqarah intinya memiliki korelasi konten dengan surat Al-Baqarah. Dalam hal
ini surat Ali Imran menjelaskan dan merinci mengenai hukum-hukum yang
disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah secara global.
Terkait dengan korelasi antara surat An-Nisa`
dengan surat Ali Imran sebagaimana yang telah penulis jelaskan An-Nisa` lebih
merinci perkara-perkara yang telah dibahas dalam surat Al-Baqarah maupun Ali
Imran. Sehingga pada dasarnya tujuan dari surat An-Nisa` sama seperti surat
Al-Baqarah maupun Ali Imran yang mana surat-surat tersebut membahas masalah
tauhid. Baik itu dalam bentuk kisah-kisah kenabian, penciptaan manusia,
sehingga pembahsan masalah furu`iyyah.
B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini
banyak terdapat kekurangan. baik kekurangan secara materi maupun referensi.
untuk Itu penulis memohon kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun. Sehingga makalah ini dapat disempurnakan di kemudian hari.
[1]H.A Athaillah, Sejarah Alqur`an; Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur`an,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal. 1
[2]Manna` Khalil Al-Qattan, Mabahits
fi Ulum Al-Qur`an, (t.tp : Haramain, t.th), hal. 97
[3]Rosihan Anwar, Ulum
Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hal. 81
[4]Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an Juz III, (t.tp :
Hai`ah Al-Misriyah Al-`Ammah Lilkitab, 1974), hal. 371
[5]Badr Ad-Din Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasi, Al-Burhan
fi Ulum Al-qur’an Juz I, (Beirut : Dar Al-Ma`rifah, 1957), hal. 35
[7]Burhanuddin Al-Biqa`i, Nizham
Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar Juz I, (t.tp : Dar Al-Kitab
Al-Islami, 1984), hal. 6
[8]Manna` Khalil Al-Qattan, loc.
cit.
[9]Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Rosihon Anwar, (Bandung :
Pustaka Setia, 1999), hal 305
[11]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq
Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, (Beirut : Dar Al-Kitab Al-Ilmiyah, 1986),
hal. 76
[13]Artikel Muhammad Yusuf HM, Munasabah
dalam Al-Qur`an, TAJDID Vol. XI No. 2, 2012, hal. 228
[18]Muhammad Yusuf HM, Op. Cit., hal.
229
[19]Djalal Abdul, Ulumul Qur`an, (Surabaya:
Dunia Ilmu, 2000), hal. 162
[20]Quraish
Shihab, Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung : Mizan, 2013), hal. 132
[22]Az-Zarkasyi, Op. Cit., hal.
37
[25]Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas:
tentang Transformasi Intelektual, Terj. Ahsin Mohammad, (Semarang : Toha Putra, 1995), hal. vi
[26]M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah Vol 2, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 3
[27]Ibid.
[29]Jalaluddin As-Suyuthi, Asrar Tartib As-Suwar, (t.tp : Dar
Al-Fadhilah Linasyri wa At-Tauzi`, t.th), hal. 53
[30]Artikel Rafli, Munasabah Surat
Ali Imran dengan Surat Al-Baqarah, http://al-qurankami.blogspot.co.id/2016/10/munasabah-surah-al-baqarah-dengan-surah-ali-imran.html?m=1 27 November 2017
[33]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq
Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, Op. Cit., hal. 76
[34]Burhanuddin Al-Biqa`i, Juz IV,
Op. Cit., hal. 169
[35]Ahmad bin Ibrahim bin Zabir
At-Tsaqafi Al-Gharnati, Al-Burhan fi Tanasub Suwar Al-Qur`an, (Maghrib :
Wizarah Al-Auqaf wa Syu`uni Al-Islami, 1990), hal. 199-200
[37]Ibid.
[38]Artikel Munir, Munasabah Surat
Ali Imran dengan Surat An-Nisa`, diakses melalui http://al-qurankami.blogspot.co.id/2016/10/munasabah-surah-ali-imran-dengan-surah-an-nisa.html 29 November 2017
[39]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq
Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, Op. Cit., hal. 77
[40]Ahmad bin Ibrahim bin Zabir
At-Tsaqafi Al-Gharnati, Op. Cit., hal. 200-201
[41]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq
Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, Op. Cit., hal 75
[42]Ahmad bin Ibrahim bin Zabir
At-Tsaqafi Al-Gharnati, log. cit.
No comments:
Post a Comment