Wednesday, January 16, 2019

MUNASABAH SURAT AL-BAQARAH, ALI IMRAN, DAN AN-NISA`



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur`an adalah kitab suci kaum muslim yang menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.[1]
Dalam memahami Al-Qur`an baik itu menafsirkan, maupun menggali hukum diperlukannya kemampuan dan pemahaman terhadap ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur`an itu sendiri atau biasa disebut dengan ilmu Al-Qur`an (studi Al-Qur`an).
Salah satu pembahasan utama dalam Ilmu Al-Qur`an adalah mengenai munasabah (korelasi). Pengetahuan tentang korelasi ayat dengan ayat dan surat dengan surat  juga membantu dalam menakwilkan dan memahami ayat-ayat dengan baik dan cermat.[2]
Lahirnya pengetahuan tentang teori Munasabah (korelasi) ini tampaknya berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaiman terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan atas fakta kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf berbeda pendapat tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an. Segolongan dari mereka berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi SAW. Golongan lain berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surat Al-Anfal dan Bara’ah/At-Taubah yang dipandang bersifat ijtihadi.[3]
Dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan korelasi antara surat Ali Imran dengan surat Al-Baqarah dan surat An-Nisa` dengan surat Ali Imran. Sehingga nantinya akan dapat dilihat bahwa antara surat-surat Al-Qur`an memiliki hubungan antara satu sama lain.
B.     Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam menyusun makalah ini, maka ada beberapa hal yang akan penulis bahas, berangkat dari seputar hal yang berkaitan dengan ilmu munasabah, kemudian penulis akan memaparkan munasabah surat Ali Imran dengan surat Al-Baqarah dan munasabah surat An-Nisa` dengan surat Ali Imran


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ilmu Munasabah
1.      Pengertian Munasabah
secara etimologi munasabah menurtu As-Suyuti berarti المشاكلة (keserupaan) dan  المقاربة (kedekatan)[4]. Istilah munasabah digunakan dalam ‘illat dalam bab qiyas, dan berati الْوَصْفُ الْمُقَارِبُ لِلْحُكْمِ  (gambaran yang berhubungan dengan hukum).[5] Istilah munasabah diungkapkan pula dengan kata ربط (pertalian).
Sedangkan secara terminologi munasabah dapat diartikan sebagai berikut :
Menurut Az-Zarkasyi :
أَمْرٌ مَعْقُولٌ إِذَا عُرِضَ عَلَى الْعُقُولِ تَلَقَّتْهُ بِالْقَبُولِ[6]
"Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan terhadap akal, pasti akal itu akan menerimanya."

Menurut Al-Biqa`i :
علم مناسبات القرأن علم تعرف منه علل ترتيب أجزائه[7]
"Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat".

Menurut Manna` Khalil Al-Qattan :
وجه الارتبط بين الجملة و الجملة في الاية الواحدة – او بين الاية و الاية في الايات المتعددة أو بين السورة والسورة[8]
“Munasabah ialah sisi-sisi korelasi antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat-ayat yang lain, atau antara satu surat dengan surat yang lain.”

Jadi dalam konteks ulum al-qur’an, munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antara ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; (rasional atau aqli), persepsi ( hadist), atau imajinatif ( khayali); atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.[9]
Dengan demikian dapat dipahami yang dimaksud dengan munasabah adalah bentuk keterkaitan antara ayat dengan ayat, surat dengan surat yang terdapat di dalam Al-Qur`an, sehingga sepertinya ayat-ayat Al-Qur`an memiliki kesatuan makna serta keterkaitan redaksi dengan adanya alasan-alasan dibalik susunan ayat-ayat ataupun surat-surat Al-Qur`an tersebut.
2.      Bentuk Munasabah
Di dalam Al-Qur`an sekurang-kurangnya terdapat 8 bentuk munasabah di antaranya :
1)      Munasabah antara surat dengan surat sebelumnya
As-suyuti menyimpulkan bahwa munasabah antar satu surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya.[10] Seperti munasabah antara surat Al-Fatihah, Al-Baqarah dan Ali Imran. Penempatan ketiga surat ini secara berurutan menunjukkan bahwa ketiganya mengacu pada tema sentral yang memberikan kesan, masing-masing surat saling menyempurnakan bagi tema tersebut. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh As-Suyuthi bahwa al-Fatihah mengandung tema sentral: ikrar ketuhanan, perlindungan kepada Tuhan dan keterpeliharaan dari agam Yahudi dan Nasrani. Sedangkan surat Al-Baqarah mengandung tema sentral pokok-pokok (akidah) agama, sementara Ali Imran mengandung tema sentral menyempurnakan maksud yang terdapat dalam pokok-pokok agama itu.[11]
Beberapa ulama mengatakan bahwa Al-Fatihah memang cocok ditempatkan pada awal muṣḥaf karena fungsinya sebagai pembuka; kemudian diikuti oleh Al-Baqarah, setelah itu Ali Imran. Ditempatkannya Ali Imran setelah Al-Baqarah serasi dengan isi masing-masing surat tersebut. Dalam surat ali Imran lebih banyak membicarakan umat Nasrani, sebaliknya surat al-Baqarah lebih terfokus pada pembahasan umat Yahudi. Karena itu Al-Baqarah ditempatkan sebelum Ali Imran sesuai dengan historisitas agama Yahudi lebih dahulu lahir dari agama Nasrani. Selain itu yang pertama kali diseru oleh Nabi saw di Madinah adalah kaum Yahudi, baru kemudian beliau berhadapan dengan kaum Nasrani.[12]
2)      Munasabah antar nama surat dan tujuannya
Keserasian serupa itu kata Al-Biqa’i merupakan inti pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan surat itu. Sebagaimana diketahui surat kedua dalam Al-Qur’an diberi nama Al-Baqarah (sapi betina). Cerita tentang sapi betina yang terdapat dalam surat itu pada hakikatnya menunjukkan kekuasaan Tuhan dalam membangkitkan orang mati, sehingga dengan demikian tujuan dari surat Al-Baqarah adalah mengenai kekuasaan Tuhan dan keimanan kepada hari akhir (hari kiamat).
3)      Munasabah antar bagian suatu ayat
Sebagai contoh dapat diperhatikan ayat-ayat pada awal surat al-Baqarah mulai ayat 1-20. Ayat-ayat tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: (a) keimanan, merupakan ayat 1-5, (b) kekufuran, perhatikan ayat 6-7, dan (c) kemunafikan dari ayat 8-20. Dalam membedakan ketiga kelompok tersebut secara jelas dengan menarik hubungan antara ayat-ayat tersebut. Misalnya dengan menyebut sifat-sifat mukmin, kafir dan munafik secara runtun dan berdekatan maka akan memberikan pemahaman yang lebih gamblang dan utuh tentang watak ketiga golongan itu. Oleh karenanya akan amat masuk akal ketika ketiga golongan tersebut disebut secaraberurutan, sehingga memudahkan dalam menyerap informasi.[13]
4)      Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
Hubungan ini seperti kata Bismillah dan Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Ayat pertama berisikan pengakuan bahwa Allah itu ada dan berhasil atau tidaknya perbuatan seseorang itu tergantung padanya. Allah itu Tuhan Rahman dan Rahim yang telah memberikan sejumlah nikmat sekalipun termasuk orang kafir, sebab itu Dia dipuja dan Alhamdulillah hirabbil `Alamin.[14]
5)      Munasabah antar suatu kelompok ayat dan sekelompok ayat di sampingnya
Sebagai contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai 20, Allah memulai penjelasannya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam kelompok berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat-mereka yang berbeda-beda yaitu mukmin, kafir dan munafik.[15]
6)      Munasabah antar pemisah dan isi ayat
Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu diantaranya yaitu tamkin (menguatkan) makna yang terkandung dalam suatu ayat. Misalnya dalam surat Al-Ahzab ayat 25 :
وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا خَيْرًا وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ وَكَانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزًا
Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”

Dalam ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan bukan karena lemah melainkan karena Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Tujuan dari fashilah adalah memberi penjelasan tambahan meskipun tanpa fashilah sebenarnya makna ayat sudah jelas.[16]
7)      Munasabah antar awal surat dan akhir surat
Sebagaiamana yang dikemukakan oleh As-Suyuthi bahwa yang dimaksud dengan hal ini adalah isi awal surat berkaitan dengan apa yang disebut di akhir surat itu sendiri.[17] Contoh surat Al-Baqarah diawali dengan masalah kitab suci Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi orang beriman, dan mereka beriman pula pada kitab-kitab terdahulu, sedangkan pada bagian akhir surat tersebt disebutkan pula tentang keimanan Rasulullah dan orang-orang beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan pada Nabi.[18]
8)      Munasabah antar penutup surat dengan awal surat sesudahnya
Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya sebab, semua permulaan surah erat sekali kaitannya dengan akhiran surah sebelumnya, sekalipun sudah dipisah dengan basmalah.[19]
Jika diperhatikan pada setiap pembukaan surat, akan dijumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya. Misalnya pada permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih :
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertashbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang MahaKuasa atas segala sesuatu” (Q.S. Al-Hadid:1)

Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, Al-Waqiah yang memerintahkan bertashbih
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
“maka bertashbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Maha Besar”.

3.      Urgensi Ilmu Munasabah
Dalam memahami Al-Qur’an banyak cara yang dapat ditempuh, salah satunya dengan munasabah antar ayat dan surat. Ayat atau surat Al-Qur’an disusun secara runtut dan segar untuk dinikmati, sehingga membuat pembacanya tak mau lepas dari mentadabburi halaman-halamannya. Sekilas memang seakan-akan ia disusun secara acak. Namun, hal itu membuat semacam dinamika yang apik dan berbeda dengan kitab-kitab lain. Karena, susunan ayat-ayat dan surat-suratnya dipadu secara dinamis dan menarik untuk dibaca maupun didengar[20]
Pengetahuan tentang munasabah sangat bermanfaat, selain dapat mema-hami keserasian antar makna, keteraturan susunan kalam, keindahan bahasa dan gaya, juga menjelaskan keterangannya secara terperinci dan mukjizatnya secara retorik. Kajian dalam ilmu munasabah ini adalah segala aspek yang meng-hubungkan antara kalimat satu dengan yang lain, antara ayat satu dengan ayat sebelum dan sesudahnya atau antara surat satu dengan surat yang lain dalam muṣḥaf Al-Qur’an.
Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat dan surat-surat pada dasarnya bukanlah bersifat tauqifi, seperti halnya muṣḥaf Al-Qur’an. Namun merupakan ijtihad oleh para mufassir yang berdasarkan riwayat, dirayah, tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan al-Qur’an, rahasia retorika dan secara stilistika (susunan huruf-huruf dalam teks al-Qur’an). Dan apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis konteksnya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa Arab, maka korelasi itu sekiranya dapat diterima.[21] Sebenarnya tidak mudah dalam mengetahui korelasi Al- Qur’an, itu semua karena Al-Qur’an diturunkan dalam waktu  lebih dari dua puluh tahun, mengenai berbagai macam hukum dan karena sebab yang berbeda-beda.[22]
Dan mengutip pendapat Quraish Shihab sebelumnya atas dapat diterimanya munasabah tersebut atau tidak, sekiranya korelasi tersebut dapat mengenalkan khazanah ‘ulum Al-Qur’an dan memperkaya pemahaman terhadap Al-Qur’an.
Ilmu munasabah merelevansikan pemahaman atas isi kandungan Al-Qur’an. Karena ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbab an-nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat.[23] Bahkan ilmu munasabah ini melampaui kronologis historis dalam bagian-bagian teks, yaitu urutan ayat-ayat dan surat-surat (tartib tilawah) sebagai lawan dari asbab an-nuzul (tartib at-tanzil). Dengan menguasai ilmu ini sekiranya dalam membaca Al-Qur’an seseorang akan merasakan secara mendalam bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh dalam untaian kata-kata yang harmonis dengan makna yang kokoh, tepat dan akurat sehingga sedikitpun tak ada cacat. Dimulai dari surat Al-Fatiahingga surat an-Nâs dapat dirasakan pada semua ayat dan surat disusun secara harmoni menyatu dalam lafadz-lafadznya nan indah.
Keseluruhan teks Al-Qur’an menjadi kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling berkaitan adalah keniscayaan. Menjadikannya weltanschauung (pandangan dunia) atas Al-Qur’an sebagai petunjuk (hûdan) dalam mencerahkan dan mencerdaskan penikmatnya (umat Islam).
Ilmu munasabah dapat menjadi alat peminimalisir pendekatan atomistik. Karena akibat dari pendekatan atomistik ini acap kali umat terjebak pada peneta-pan hokum yang diambil atau didasarkan dari ayat-ayat yang tidak dimaksudkan sebagai hukum.[24] Fazlur Rahman dan Al-Syatubi (w. 1388) memahami benar akan pemahaman Al-Qur’an sebagai suatu ajaran yang padu dan kohesif.[25] Ilmu munasabah merupakan secercah langkah dalam mencapai paradigma baru dengan cara baru (al-qira’ah al-mu’ashirah), tentunya dengan dibarengi metode yang tepat.
B.     Munasabah Surat Ali Imran dengan Al-Baqarah
Surat Ali Imran dinamai demikian karena di dalamnya dikemukakan kisah keluarga Imran dengan terpeinci; yaitu Isa, Yahya, Maryam, dan ibu beliau. Sedang Imran adalah ayah dari ibu Nabi Isa, Maryam.[26]
Surah ini terdiri dari 200 ayat, sekitar 80 ayat pertama berkaitan dengan kedatangan serombongan pendeta Kristen dan Najran (sebuah lembah di perbatasan Yaman dan Arab Saudi), pada tahun IX Hijriyah untuk berdiskusi dengan Nabi di masjid Madinah menyangkut Isa.
Nama surat ini banyak, antara lain surah Al-Aman (keamanan), Al-Kanz, Thibah, tetapi yang populer adalah Ali Imran.[27]
Tujuan utama surat Ali Imran adalah pembuktian tentang tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah serta penegasan bahwa dunia, kekuasaan, harta, dan anak-anak yang terlepas dari nilai-nilai ilahiyah, tidak akan bermanfaat di akhirat kelak. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah yang Maha hidup dan Maha Menguasai serta Mengelola segala sesuatu., sebagaiman terlihat dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh keluarga Imran. Melalui mereka Allah menunjukkan keesaan, kekuasaan, dan penguasan-Nya ata alam raya, serta terlihat pula bagaimana keluarga itu – ayah, ibu, dan anak, atau suami dan istri- tunduk patuh dan percaya kepada Allah Yang Maha Esa.
Tujuan ini sungguh pada tempatnya karena Al-Fatihah yang merupakan surat pertama merangkum seluruh ajaran Islam secara singkat, dan Al-Baqarah menjelaskan secara lebih rinci mengenai tuntutan-tuntutan agama. Surat Ali Imran datang menekankan suatu yang menjadi dasar dan sendi utama tuntutan tersebut, yakni tauhid. Tanpa kehadiran tauhid, pengamalan tuntutan ainnya tidak bernilai di sisi-Nya.[28]
Secara singkat bahwa surat Al-Baqarah menyampaikan mengenai pondasi-pondasi agama, kemudian dalam surat Ali Imran Allah menyempurnakan apa yang dimaksud di dalam surat Al-Baqarah mengenai pondasi-pondasi keagamaan tersebut.[29]
Surat Al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surat Ali-Imran dimulai dengan menyebutkan bahwa tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut, adalah tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-nya.[30]
As-Suyuthi mengungkapkan bahwa korelasi antara surat Al-Baqarah dengan Ali Imran antara lain :
1.      Dalam surat Al-Baqarah dimulai dengan sifat Al-Qur`an yang tidak ada keraguan pada kitab tersebut, kemudian surat Ali Imran menguatkan hal tersebut dengan ayat ketiga dari surat Ali Imran.
2.      Dalam surat Al-Baqarah Allah mengungkapkan penurunan Al-Qur`an secara global, kemudian dalam surat Ali Imran diberi penjelasan bahwa dalam Al-Qur`an terdapat ayat yang muhkam dan mutasyabihat, yang mana ayat-ayat mutasyabihat hanya Allah yang mengetahui maknanya.
3.      Dalam surat Al-Baqarah Allah hanya menyebutkan Al-Qur`an membenarkan kitab-kitab sebelumnya, kemudian dalam surat Al-Baqarah Allah menjelaskan lagi dengan memberikan perincian kitab sebelum Al-Qur`an adalah Taurat dan Injil yang diturunkan kepada kaum Yahudi dan Nasrani.
4.      Dalam surat Al-Baqarah masalah riba dan haji hanya dijelaskan secara umum, sedangkan melalui surat Ali Imran hal tersebut lebih diperinci. Terlebih dalam masalah haji Allah mengungkapkan kewajiban bagi orang yang mampu dalam surat Ali Imran.
5.      Dalam surat Al-Baqarah dipermulaan surat juga disebutkan :
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (Q.S Al-Baqarah : 4)

Kemudian di akhir surat Ali Imran juga dijelaskan :
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kalian dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.(Q.S Ali Imran : 199)

Dalam surat Ali Imran menjelaskan orang-orang yang beriman kepada Al-Qur`an yang dikemukakan di awal surat Al-Baqarah.[31]
Jika dipahami antara korelasi surat Ali Imran dengan Al-Baqarah, surat Ali Imran menjelaskan hal-hal yang juga terdapat dalam surat Al-Baqarah lebih terperinci. Disamping itu sebagaimana yang disampaikan di atas bahwa tujuan surat Al-Baqarah dan Ali Imran untuk memantapkan persoalan tauhid yang dirangkum di dalam surat Al-Fatihah.
C.    Munasabah Surat An-Nisa` dengan Ali Imran
Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk menguraikan korelasi antara surat An-Nisa` dengan surat Ali Imran.
Surat yang keempat dalam Al-Qur`an dinamai dengan surat An-Nisa`. Nama ini telah dikenal sejak zaman Nabi SAW. Aisyah istri Nabi menegaskan bahwa surat Al-Baqarah dan surat An-Nisa` turun setelah beliau menikah dengan Nabi. Ia juga dikenal dengan nama An-Nisa` Al-Kubra atau An-Nisa` At-Thula karena surat At-Talaq dikenal sebagai surat An-Nisa` Al-Shugra. Dinamai An-Nisa` yang dari segi bahasa bermakna “perempuan” karena ia dimulai dengan uraian tentang hubungan silaturahim dan sekian banyak ketetapan hukum tentang wanita, antara lain pernikahan, anak-anak wanita, dan ditutup lagi dengan ketentuan hukum tentang mereka.[32]
Surat An-Nisa` dimulai dengan perintah bertakwa kepada Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai Sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (Q.S An-Nisa` : 1)
 Begitu juga di akhir surat Ali Imran juga diakhiri dengan perintah bertakwa kepada Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai kamu orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” (Q.S Ali Imran : 200)

 Menurut As-Suyuthi, hal ini merupakan bentuk munasabah yang paling besar antara kedua ayat tersebut dalam munasabah susunan surat.[33]
Adapun hubungan antara surat An-Nisa` dengan surat sebelumnya adalah bahwa tujuan surat An-Nisa` merupakan persoalan terhadap teologi (akidah) yang diuraikan dalam surat Ali Imran dan yang digariskan dalam surat Al-Baqarah dalam rangka melaksanakan ajaran agama yang telah terhimpun dalam surat Al-Fatihah. Hal ini juga sambil mencegah agar kaum muslimin tidak terjerumus dalam jurang perpecahan.[34]
Dalam surat Al-Baqarah yang menjelaskan mengenani awal penciptaan manusia yaitu Adam tanpa perantara orang tua (ayah dan ibu), diikuti dengan surat Ali Imran untuk memastikannya-bersamaan dengan menyebutkan dalam inti surat Ali Imran mengenai perkara Isa. Bahwa Isa sama seperti Adam (penciptaannya) yang mana Isa dilahirkan tanpa adanya ayah.[35] Hal ini merupakan kejadian luar biasa terhadap ibu Isa (Maryam), dan hal ini berbeda dengan apa yang dituduhkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap Maryam. Maka dalam surat An-Nisa` Allah menjawab hal itu secara bersamaan baik kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Yang terdapat dalam surat An-Nisa` ayat 156 :
وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا
“Dan karena kekafiran mereka terhadap (Isa), dan tuduhan terhadap Maryam dengan kedustaan yang besar” (Q.S An-Nisa` : 156)

Begitu juga Allah menyebutkan dalam surat Ali Imran mengenai pengangkatan Isa. Dalam surat An-Nisa` Allah menjelaskan kembali mengenai pengangkatan Isa untuk menanggapi orang-orang yang menganggap bahwa mereka telah membunuh Isa.[36]
Hal ini bisa dilihat dalam surat Ali Imran ayat 55
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Ingatlah ketika Allah berfirman, “Hai Isa, sesungguhnya aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepadaku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih kepadanya”

Kemudian surat An-Nisa` menjelaskan kembali mengenai pengangkatan Isa :
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا (157) بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (158)
“Dan karena ucapan mereka, “sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang pembunuhan Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa (157) Tetapi sebenarnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan Adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (158)”.

Dalam surat Ali Imran telah disebutkan mengenai hal-hal yang dapat membutakan manusia dan lebih mencintai dunia, yaitu kecintaan terhadap wanita, anak-anak, harta berupa emas dan perak serta binatang peliharaan. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 14. Dalam surat An-Nisa` Allah menjelaskan hal tersebut mana yang dihalalkan oleh Allah. Dan menjelasakan segala hal yang diharamkan oleh Allah dan hal yang tidak dikehendaki untuk memenuhi sifat kecondongan jiwa manusia kepada hal-hal yang dapat membutakan manusia.[37]
 Dalam surat Ali Imran disebutkan kisah perang Badar dan perang Uhud, dalam surat An-Nisa` sebagian kisah itu diulangi lagi. Kisah perang Hamra Al-Asad yang tejadi sesudah perang Uhud terdapat dalam surat Ali Imran, maka dalam surah An-Nisa` kisah itu disinggung lagi. Dalam Surah Ali Imran telah disebutkan bahwa di kalangan kaum muslimin banyak yang gugur dalam medan perang sebagai syuhada yang tentunya mereka meninggalkan anak-anak yang sudah yatim dan istri yang sudah janda. Maka pada permulaan surat An-Nisa disebutkan perintah memelihara anak-anak yatim serta pembagian harta pusaka.[38]
Sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthi dalam Tanasuq Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar dalam surat Ali Imran mengungkapkan satu kisah yang terhimpun baik itu kisah Yahudi dan Nasrani kemudian kisah peperangan, kemudian surat An-Nisa` menyebutkan sebahagiannya.[39]
Dalam surat An-Nisa` banyak dijelaskan mengenai hukum-hukum furu`, baik itu pernikahan, tata cara mendamaikan pasangan yang tengah bertengkar ataupun dalam masalah syiqaq. Surat An-Nisa` juga menjelaskan hukum  mawaris yang merupakan hal yang berkaitan dengan masalah harta yang telah dijelaskan dalam surat Ali Imran dan juga memerinci hal yang disampaikan secara umum dalam surat Al-Baqarah. Menjaga silaturahim serta hukum-hukum furu` lainnya.[40]
Hukum-hukum tersebut memang telah disebut dalam surat-surat sebelumnya seperti masalah pernikahan telah disebutkan dalam surat Al-Baqarah, masalah warisan ataupun wasiat juga telah disebutkan secara umum. Akan tetapi surat An-Nisa` menegaskan kembali dan merinci hukum-hukum tersebut.[41]
Kemudian surat An-Nisa` diakhiri dengan pensyariatan kalalah dalam masalah waris. Karena dalam surat An-Nisa` banyak mengandung hukum-hukum termasuk di dalamnya hukum waris.[42]
Jika dianalisa bahwa korelasi antara pembuka surat An-Nisa` dan penutupnya memiliki hubungan yang jelas. Di awal surat Allah menyebutkan tentang penciptaan manusia kemudian menciptakan pasangannya serta dari keduanya dikembangbiakkan menjadikan keturunan dengan pernikahan. Kemudian di akhir surat Allah menyebutkan perkara meninggalnya seseorang yang tidak mempunyai anak dan saudara dengan penetapan kalalah. Yang mana termasuk dalam perkara waris. Sedangkan waris-mewarisi merupakan akibat hukum dari pernikahan.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ilmu Munasabah merupakan Ilmu yang membahas bentuk keterkaitan antara ayat dengan ayat, surat dengan surat yang terdapat di dalam Al-Qur`an, sehingga sepertinya ayat-ayat Al-Qur`an memiliki kesatuan makna serta keterkaitan redaksi dengan adanya alasan-alasan dibalik susunan ayat-ayat ataupun surat-surat Al-Qur`an tersebut.
Surat Ali Imran yang terletak setelah surat Al-Baqarah intinya memiliki korelasi konten dengan surat Al-Baqarah. Dalam hal ini surat Ali Imran menjelaskan dan merinci mengenai hukum-hukum yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah secara global.
Terkait dengan korelasi antara surat An-Nisa` dengan surat Ali Imran sebagaimana yang telah penulis jelaskan An-Nisa` lebih merinci perkara-perkara yang telah dibahas dalam surat Al-Baqarah maupun Ali Imran. Sehingga pada dasarnya tujuan dari surat An-Nisa` sama seperti surat Al-Baqarah maupun Ali Imran yang mana surat-surat tersebut membahas masalah tauhid. Baik itu dalam bentuk kisah-kisah kenabian, penciptaan manusia, sehingga pembahsan masalah furu`iyyah.
B.     Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. baik kekurangan secara materi maupun referensi. untuk Itu penulis memohon kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun. Sehingga makalah ini dapat disempurnakan di kemudian hari.


[1]H.A Athaillah, Sejarah Alqur`an; Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur`an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal. 1
[2]Manna` Khalil Al-Qattan, Mabahits fi Ulum Al-Qur`an, (t.tp : Haramain, t.th), hal. 97
[3]Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hal. 81
[4]Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an Juz III, (t.tp : Hai`ah Al-Misriyah Al-`Ammah Lilkitab, 1974), hal. 371
[5]Badr Ad-Din Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasi, Al-Burhan fi Ulum Al-qur’an Juz I, (Beirut : Dar Al-Ma`rifah, 1957), hal. 35  
[6]Ibid.
[7]Burhanuddin Al-Biqa`i, Nizham Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar Juz I, (t.tp : Dar Al-Kitab Al-Islami, 1984), hal. 6
[8]Manna` Khalil Al-Qattan, loc. cit.
[9]Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Rosihon Anwar, (Bandung : Pustaka Setia, 1999), hal 305  
[10]Jalaluddin As-Suyuthi, Op. Cit., hal. 345
[11]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, (Beirut : Dar Al-Kitab Al-Ilmiyah, 1986), hal. 76
[12]Ibid.
[13]Artikel Muhammad Yusuf HM, Munasabah dalam Al-Qur`an, TAJDID Vol. XI No. 2, 2012, hal. 228
[14]Ibid, hal. 230-231
[15]Rosihon Anwar, Op. Cit., hal. 92
[16]Ibid, hal. 93
[17]Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur`an, Op. Cit., hal. 389
[18]Muhammad Yusuf HM, Op. Cit., hal. 229
[19]Djalal Abdul, Ulumul Qur`an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hal. 162 
[20]Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung : Mizan, 2013), hal. 132
[21]M. Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Semarang : RaSAIL Media Group, 2008), hal. 145
[22]Az-Zarkasyi, Op. Cit., hal. 37
[23]Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), cet ke-4, hal. 167
[24]Acep Hermawan, ‘Ulumul Qur’an, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 123-124
[25]Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: tentang Transformasi Intelektual, Terj. Ahsin Mohammad, (Semarang : Toha Putra, 1995), hal. vi
[26]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol 2, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 3
[27]Ibid.
[28]Ibid, hal. 4
[29]Jalaluddin As-Suyuthi, Asrar Tartib As-Suwar, (t.tp : Dar Al-Fadhilah Linasyri wa At-Tauzi`, t.th), hal. 53
[30]Artikel Rafli, Munasabah Surat Ali Imran dengan Surat Al-Baqarah, http://al-qurankami.blogspot.co.id/2016/10/munasabah-surah-al-baqarah-dengan-surah-ali-imran.html?m=1 27 November 2017
[31]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, Op. Cit., hal. 70-74
[32]M. Quraish Shihab, Op. Cit., hal. 393
[33]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, Op. Cit., hal. 76
[34]Burhanuddin Al-Biqa`i, Juz IV, Op. Cit., hal. 169
[35]Ahmad bin Ibrahim bin Zabir At-Tsaqafi Al-Gharnati, Al-Burhan fi Tanasub Suwar Al-Qur`an, (Maghrib : Wizarah Al-Auqaf wa Syu`uni Al-Islami, 1990), hal. 199-200   
[36]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, Op. Cit., hal. 78
[37]Ibid.
[38]Artikel Munir, Munasabah Surat Ali Imran dengan Surat An-Nisa`, diakses melalui http://al-qurankami.blogspot.co.id/2016/10/munasabah-surah-ali-imran-dengan-surah-an-nisa.html 29 November 2017
[39]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, Op. Cit., hal. 77
[40]Ahmad bin Ibrahim bin Zabir At-Tsaqafi Al-Gharnati, Op. Cit., hal. 200-201
[41]Jalaluddin As-Suyuthi, Tanasuq Ad-Durar fi Tanasub As-Suwar, Op. Cit., hal 75
[42]Ahmad bin Ibrahim bin Zabir At-Tsaqafi Al-Gharnati, log. cit.

No comments:

Post a Comment